Penderitaan TKI di
Malaysia Tak Dijamin Berhenti
JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi IX DPR yang antara lain
membidangi pengawasan TKI di luar negeri, Irgan Chairul Mahfiz, menyatakan,
rangkaian penderitaan dan penyia-nyiaan harkat TKI di Malaysia tak dijamin akan
berhenti jika tak direspons dengan tindakan tegas Pemerintah Indonesia.
Para
TKI, katanya, sejauh ini acapkali menjadi korban ulah tidak beradab aparat
kepolisian negara itu, baik berupa pengejaran para TKI di hutan-hutan,
pemerasan, penembakan yang diikuti kematian TKI, maupun peristiwa pemerkosaan
oleh tiga petugas polisi terhadap seorang TKI asal Batang, Jawa Tengah, pada
Jumat (9/11/2012) lalu di kantor Polisi Mertajam, Pulau Penang, Malaysia.
"Semua
kasus itu membuktikan kepolisian negara Malaysia memang tak memiliki moral
dalam menghadapi keberadaan TKI, yang bahkan dilakukan berulang-ulang melalui
pengabaian dimensi HAM atau dengan cara kerap merendahkan TKI sebagai
manusia," ujar Irgan di Jakarta, Senin (12/11/2012) petang.
Karena
itu, Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah tegas akibat banyaknya
kejadian tragis yang menghinakan kehormatan Indonesia itu dengan menghentikan
permanen penempatan TKI informal Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) serta untuk
TKI sektor lain yang berisiko diperlakukan tidak manusiawi oleh aparat hukum di
Malaysia.
"Jadi,
penghentian sementara (moratorium) yang diberlakukan kepada Malaysia untuk TKI
PLRT harus ditingkatkan menjadi penghentian total, selain diperluas bagi TKI
pekerja perkebunan yang sering tercekam dalam nasib buruk selama berada di
Malaysia," ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Irgan
mengatakan, pemerkosaan yang terjadi pagi hari secara bergiliran oleh tiga
polisi muda Malaysia, yakni Nik Sin Mat Lazin (33), Syahiran Ramli (21), serta
Remy Anak Dana (25), merupakan tindakan brutal dan hanya pantas dilakukan oleh
sekelompok penjahat kemanusiaan yang tak memiliki pegangan moral.
Ditambahkan,
Pemerintah Malaysia harus segera membawa kasus tersebut ke pengadilan dan
menghukum berat pelakunya sesuai hukum yang berlaku.
"Jika
tidak mendapatkan hukuman yang adil bagi korban, kasus ini akan menjadi
persoalan serius di kemudian hari bagi hubungan Indonesia-Malaysia,"
ujarnya.
Lebih
jauh dia mengatakan, kejadian itu juga menimbulkan protes keras dari berbagai
pihak internasional, yang merasa tidak nyaman atas adanya perilaku amoral
kepolisian Malaysia.
Irgan
menilai, perilaku sadis tiga polisi Malaysia dalam merenggut paksa kehormatan
TKI itu akan sulit dilupakan kejahatannya. Perbuatan menyerupai binatang itu
telah menyakitkan perasaan bangsa Indonesia, utamanya selaku tetangga yang
berkali-kali menerima pengalaman pahit dengan pihak Malaysia, terkait
permasalahan TKI.
Jadi, menurut pendapat
saya kasus ini termasuk kekerasan yang merugikan orang lain. Seharusnya
pemerintah di Negara Malaysia harus bersikap tegas dan bertanggung jawab dalam
menangani kasus yang sudah berulang kali ini. Dalam kasus ini, peraturan yang
sudah dibuat seakan tidak berlaku dalam hal itu. Karena pada kasus tersebut
tidak adanya sanksi yang berat untuk para pelaku yang sudah kejam terhadap TKI.
Sebagai negara yang baik, seharusnya negara itu menerima TKI pendatang dengan
hati yang tulus dan memperkerjakannya dengan baik. Aparatnya pun harus juga
bisa melindungi TKI dari kejahatan yang ada di negara itu, namun pemerintah di
negara itu harus bisa menerima kalau ternyata kepolisian di negara tersebut
tidak mempunyai moral yang baik.
Pada fakta di atas
menyebutkan bahwa tiga polisi muda telah memperkosa TKI secara bergiliran. Sungguh
lemahya aparat hukum di negara tersebut, sebagai aparat hukum seharusnya bisa
menjalankan tugas-tugasnya dengan baik, jangan membuat masalah yang bisa
merusak nama baik kepolisian di negara itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar